Jumat, 18 Desember 2015

Pantai Jatimalang

0

Pantai Jatimalang

Obyek pariwisata ini terletak di Desa Jatimalang, Kecamatan Purwodadi yang berjarak +18 Km dari pusat Kota Purworejo. Obyek wisata Pantai Jatimalang merupakan obyek wisata alam dengan perpaduan antara hamparan rawa/ tambak dan keindahan Pantai Laut Selatan.

 



Menurut sejarah, pantai ini pada tahun 1942 pernah dijadikan sebagai tempat pendaratan kapal yang mengangkut tentara Jepang. Hal ini dapat dimungkinkan karena disamping daerahnya sepi, Pantai Jatimalang sangat mudah dijangkau dan tidak begitu jauh dari pemukiman.



Obyek wisata ini telah dilengkapi beberapa sarana prasarana seperti jalan hotmix sampai tepi pantai, bangunan gasebo, hiburan café, dan karaoke.

Menikmati keindahan sunset di pantai jati malang tak kalah cantik dengan sunset di pantai-pantai pada umumnya banyak juga warung-warung yang menjual menu olahan laut  kamu juga bisa membeli ikan dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) atau lapak-lapak yang telah disediakan, Gimana komplit kan liburannya,,,,

Jangan lupa !! jadikan Pantai Jati Malang sebagai destinasi berlibur kamu dan keluarga ya,,, !! 


Mari bersama-sama menjaga dan melestarikan kekayaan alam Indonesia sebagai Warisan Bangsa.

               http://purworejoselatan.blogspot.co.id/

Kamis, 17 Desember 2015

Benteng Pendem

0


Benteng Pendem



Benteng Pendem terletak di perbukitan Dukuh Kaliwaru, Dusun Bapangsari Krendetan, Kec. Bagelen di ketinggian 200 m di atas permukaan laut. Benteng Pendem ini merupakan peninggalan tentara Jepang yang dibangun pada 1945 dengan jumlah seluruhnya 29 buah. 



 
Di masa perang dulu tujuan dibangunnya benteng ini adalah sebagai tempat pertahanan dan pengintaian Jepang dalam menghadapi musuh, terutama yang datang dari arah Laut Selatan. Sayangnya, sebagai saksi bisu sejarah, benteng ini kurang terawat. Di masa datang diharapkan benteng ini dapat menjadi perhatian Pemda terutama aspek perawatannya sehingga dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Selama ini lokasi Benteng banyak dikunjungi muda-mudi sebagai tempat rekreasi.



Curug Muncar

0


Air Terjun Curug Muncar 

  

Air terjun Curug Muncar terletak 45 km arah barat laut dari pusat Kota Purworejo. Tepatnya terletak di Desa Kaliwungu, Kec. Bruno, di Kawasan Perhutani. Air terjun ini berada di ketinggian 900 m diatas permukaan laut. Curug Muncar ini masih sangat alami, belum tersentuh oleh bermacam-macam teknologi manusia. Oleh karena itu jika Anda menyukai petualangan alam maka Curug Muncar dapat menjadi pilihan yang tepat.



 
Disarankan, bila Anda ingin berpetualang ke lokasi ini, sebaiknya persiapkan fisik Anda karena jalan menuju lokasi relatif menanjak, sehingga dikhawatirkan bila fisik anda lemah tidak dapat sampai ke tujuan. Bagaimanapun lokasi ini cocok bagi para pencinta alam dan pendaki gunung.



 
Bila Anda tiba di lokasi akan terasa betapa agungnya Sang Pencipta alam ini. Kesejukan air dan udara akan menyertai Anda sepanjang waktu. Bila Anda ingin mencoba mandi alam, disinilah pilihan yang tepat. Pengunjung yang pernah ke lokasi ini umumnya mengaku puas dapat menikmati keasrian alam sebagai kekayaan bumi nusantara.

Mari bersama-sama menjaga dan melestarikan kekayaan alam Indonesia sebagai warisan Bangsa.




Goa Seplawan

0

Goa Seplawan

Goa Seplawan terletak di Desa Donorejo, Kecamatan Kaligesing yang masih terletak di gugusan bukit menoreh perbatasan Kab Purworejo dan Kulon Progodengan dengan jarak tempuh 20 km ke arah timur dari pusat kota dengan ketinggian 700 m di atas permukaan laut sehingga udaranya sangat sejuk. Goa ini memiliki ciri khusus ornamen yang terdapat di dalam goa, antara lain: stalaktit, stalakmit, flow stone, helekit, soda straw, gouwer dam, dan dinding-dinding berornamen seperti bentuk kerangka ikan.





Keadaan sekitar goa ini sangat mengesankan dengan pemandangan alam yang begitu indah ditumbuhi flora antara lain lumut (di mulut goa), paku-pakuan dan panorama hutan pinus yang asri. Para pengunjung juga dapat menikmati taman bunga di sekitar goa.


Panjang Goa Seplawan + 700 m dengan cabang-cabang goa sekitar 150 – 300 m dan berdiameter 15 m. Goa alam yang sangat menakjubkan ini menjadi sangat terkenal dengan diketemukannya arca emas Dewa Syiwa dan Dewi Pawestri seberat 1,5 kg pada tanggal 28 Agustus 1979 yang kini disimpan di Museum Nasional Jakarta.




Obyek wisata ini merupakan potensi wisata yang sangat digemari oleh wisatawan karena disamping keindahan obyeknya, goa ini juga telah dilengkapi beberapa fasilitas penunjang lain seperti listrik sebagai penerang dalam goa, MCK, dan taman. Bahkan pada kawasan ini sudah dibangun gardu pandang dan arena perkemahan (camping ground).



 Jangan lupa masukkan Goa Seplawan ke list akhir pekan kamu ya,, yang mau ke jogja atau dari jogja boleh lah mampir,,,!!

Mari bersama-sama menjaga dan melestarikan kekayaan alam Indonesia sebagai warisan Bangsa,




Lambang Daerah

0









Buat yang belum tahu apa sih,,, arti atau filosofi apa aja yang terkandung dalam Logo/Lambang Kabupaten Purworejo, yuk simak baik-baik ya,, semua udah aku rangkum kok....:-D










Lambang Kabupaten Purworejo 

 



Lambang daerah berbentuk perisai dengan gaya artistik yang berisi makna sbb :


- Pohon Beringin

Bermakna rasa kebangsaan dan pengayoman.


- Bedug dengan 17 pantek

Merupakan ciri khas daerah Purworejo, dengan keistimewaannya yang terbuat dari kayu jati utuh merupakan yang terbesar di Indonesia.


- Cakra dengan 17 mata

Dalam cerita pewayangan merupakan senjata Wisnu dalam tugasnya memelihara kesejahteraan dan memberantas angkara murka.


- Bintang segi lima

Menunjukkan bahwa Rakyat Purworejo adalah masyarakat yang Berketuhanan Yang Maha Esa.


- Pita merah putih

Menunjukkan bahwa Purworejo adalah bagian dari negara Republik Indonesia.


- Gelombang di kanan-kiri bintang

Menggambarkan keadaan alam Purworejo yang disebelah utara merupakan daerah pegunungan yang penuh dengan kekayaan alam.


- Garis-garis putih dibawah gelombang hijau

Menggambarkan keadaan alam Purworejo yang mempunyai sungai-sungai yang sangat penting terutama untuk pertanian misalnya Sungai Bogowonto dan Sungai  Jali.


- Petak-petak dibawah garis

Menggambarkan keadaan alam yang bagian tengah dan selatan penuh dengan sawah dan ladang.


- Padi 45 butir dan kapas 8 buah

Menggambarkan cita-cita masyarakat menuju masyarakat adil dan makmur.
Catatan : cakra 17 mata, kapas 8 buah, padi 45 butir- melambangkan kesetiaan rakyat Purworejo pada Proklamasi 17-8-1945.


- Tiang di tepi kanan dan kiri

Merupakan lambang penegakkan kebenaran dan keadilan.


- Lipatan-lipatan / wiron di kanan kiri bawah

Lambang kerapihan, kehalusan, keramahan, kehalusan budi.


- Bokor dengan style kepala banteng

Bokor adalah wadah / tempat, melambangkan kebesaran jiwa rakyat dan pemerintah daerah yang mampu menampung berbagai masalah kehidupan. Kepala banteng lambang kerakyatan atau keinginan mewujudkan Demokrasi Pancasila.


- Pita putih bertuliskan PURWOREJO

bermakna kesucian, ketulusan, keluhuran budi.


- Rantai

Lambang kemanuasiaan dan gotong royong. Bentuk persegi lambang wanita, bentuk bulat lambang pria.


- Dasar hitam

Bermakna keabadian, keteguhan hati, ketenangan.
Semoga Bermanfaat ya....!!!!


(Sumber : http://www.purworejokab.go.id/profil-daerah/arti-lambang)






























































Sejarah

1

Sejarah Purworejo

 Hamparan wilayah yang subur di Jawa Tengah Selatan antara Sungai Progo dan Cingcingguling sejak jaman dahulu kala merupakan kawasan yang dikenal sebagai wilayah yang masuk Kerajaan Galuh. Oleh karena itu menurut Profesor Purbocaraka, wilayah tersebut disebut sebagai wilayah Pagaluhan dan kalau diartikan dalam bahasa Jawa, dinamakan : Pagalihan. Dari nama “Pagalihan” ini lama-lama berubah menjadi : Pagelen dan terakhir menjadi Bagelen. Di kawasan tersebut mengalir sungai yang besar, yang waktu itu dikenal sebagai sungai Watukuro. Nama “ Watukuro “ sampai sekarang masih tersisa dan menjadi nama sebuah desa terletak di tepi sungai dekat muara, masuk dalam wilayah Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo. Di kawasan lembah sungai Watukuro masyarakatnya hidup makmur dengan mata pencaharian pokok dalam bidang pertanian yang maju dengan kebudayaan yang tinggi.
Pada bulan Asuji tahun Saka 823 hari ke 5, paro peteng, Vurukung, Senin Pahing (Wuku) Mrgasira, bersamaan dengan Siva, atau tanggal    5 Oktober 901 Masehi, terjadilah suatu peristiwa penting, pematokan Tanah Perdikan (Shima). Peristiwa ini dikukuhkan dengan sebuah prasasti batu andesit yang dikenal sebagai prasasti Boro Tengah atau Prasasti Kayu Ara Hiwang.
Prasasti yang ditemukan di bawah pohon Sono di dusun Boro tengah, sekarang masuk wilayah desa Boro Wetan Kecamatan Banyuurip dan sejak tahun 1890 disimpan di Museum Nasional Jakarta Inventaris D 78 Lokasi temuan tersebut terletak di tepi sungai Bogowonto, seberang Pom Bensin Boro.
Dalam Prasasti Boro tengah atau Kayu Ara Hiwang tersebut diungkapkan, bahwa pada tanggal 5 Oktober 901 Masehi, telah diadakan upacara besar yang dihadiri berbagai pejabat dari berbagai daerah, dan menyebut-nyebut nama seorang tokoh, yakni : Sang Ratu Bajra, yang diduga adalah Rakryan Mahamantri/Mapatih Hino Sri Daksottama Bahubajrapratipaksaya atau Daksa yang di identifikasi sebagai adik ipar Rakal Watukura Dyah Balitung dan dikemudian hari memang naik tahta sebagai raja pengganti iparnya itu.
Pematokan (peresmian) tanah perdikan (Shima) Kayu Ara Hiwang dilakukan oleh seorang pangeran, yakni Dyah Sala (Mala), putera Sang Bajra yang berkedudukan di Parivutan.
Pematokan tersebut menandai, desa Kayu Ara Hiwang dijadikan Tanah Perdikan(Shima) dan dibebaskan dari kewajiban membayar pajak, namun ditugaskan untuk memelihara tempat suci yang disebutkan sebagai “parahiyangan”. Atau para hyang berada.
Dalam peristiwa tersebut dilakukan pensucian segala sesuatu kejelekan yang ada di wilayah Kayu Ara Hiwang yang masuk dalam wilayah Watu Tihang.
“ … Tatkala Rake Wanua Poh Dyah Sala Wka sang Ratu Bajra anak wanua I Pariwutan sumusuk ikanang wanua I Kayu Ara Hiwang watak Watu Tihang …”
Wilayah yang dijadikan tanah perdikan tersebut juga meliputi segala sesuatu yang dimiliki oleh desa Kayu Ara Hiwang antara lain sawah, padang rumput, para petugas (Katika), guha, tanah garapan (Katagan), sawah tadah hujan (gaga).
Disebut-sebutnya “guha” dalam prasasti Kayu Ara Hiwang tersebut ada dugaan, bahwa guha yang dimaksud adalah gua Seplawan, karena di dekat mulut gua Seplawan memang terdapat bangunan suci Candi Ganda Arum, candi yang berbau harum ketika yoninya diangkat. Sedangkan di dalam gua tersebut ditemukan pula sepasang arca emas dan perangkat upacara. Sehingga lokasi kompleks gua Seplawan di duga kuat adalah apa yang dimaksud sebagai “parahyangan” dalam prasasti Kayu Ara Hiwang.
Upacara 5 Oktober 901 M di Boro Tengah tersebut dihadiri sekurang-kurangnya 15 pejabat dari berbagai daerah, antara lain disebutkan nama-nama wilayah : Watu Tihang (Sala Tihang), Gulak, Parangran Wadihadi, Padamuan (Prambanan), Mantyasih (Meteseh Magelang), Mdang, Pupur, Taji (Taji Prambanan) Pakambingan, Kalungan (kalongan, Loano).
Kepada para pejabat tersebut diserahkan pula pasek-pasek berupa kain batik ganja haji patra sisi, emas dan perak. Peristiwa 5 Otober 901 M tersebut akhirnya pada tanggal 5 Oktober 1994 dalam sidang DPRD Kabupaten Purworejo dipilih dan ditetapkan untuk dijadikan Hari jadi Kabupaten Purworejo. Normatif, historis, politis dan budaya lokal dari norma yang ditetapkan oleh panitia, yakni antara lain berdasarkan pandangan Indonesia Sentris.
Perlu dicatat, bahwa sejak jaman dahulu wilayah Kabupaten Purworejo lebih dikenal sebagai wilayah Tanah Bagelen. Kawasan yang sangat disegani oleh wilayah lain, karena dalam sejarah mencatat sejumlah tokoh. Misalnya dalam pengembangan agama islam di Jawa Tengah Selatan, tokoh Sunan Geseng diknal sebagai muballigh besar yang meng-Islam-kan wilayah dari timur sungai Lukola dan pengaruhnya sampai ke daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupatn Magelang.
Dalam pembentukan kerajaan Mataram Islam, para Kenthol Bagelen adalah pasukan andalan dari Sutawijaya yang kemudian setelah bertahta bergelar Panembahan Senapati. Dalam sejarah tercatat bahwa Kenthol Bagelen sangat berperan dalam berbagai operasi militer sehingga nama Begelen sangat disegani.
Paska Perang Jawa, kawasan Kedu Selatan yang dikenal sebagai Tanah Bagelen dijadikn Karesidenan Bagelen dengan Ibukota di Purworejo, sebuah kota baru gabungan dari 2 kota kuno, Kedungkebo dan Brengkelan.
Pada periode Karesidenan Begelen ini, muncul pula tokoh muballigh Kyai Imam Pura yang punya pengaruh sampai ke Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Hampir bersamaan dengan itu, muncul pula tokoh Kyai Sadrach, penginjil Kristen plopor Gereja Kristen Jawa (GKJ).
Dalam perjalanan sejarah, akibat ikut campur tangannya pihak Belanda dalam bentrokan antara para bangsawan kerajaan Mataram, maka wilayah Mataram dipecah mejadi dua kerajaan. Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Tanah Bagelen akibat Perjanjian Giyanti 13 pebruari 1755 tersebut sebagai wilayah Negara Gung juga dibagi, sebagian masuk ke Surakarta dan sebagian lagi masuk ke Yogyakarta, namun pembagian ini tidak jelas batasnya sehingga oleh para ahli dinilai sangat rancu diupamakan sebagai campur baur seperti “rujak”.
Dalam Perang Diponegoro abad ke XIX, wilayah Tanah Bagelen menjadi ajang pertempuran karena pangeran Diponegoro mndapat dukungan luas dari masyarakat setempat. Pada Perang Diponegoro itu, wilayah Bagelen dijadikan karesidenan dan masuk dalam kekuasaan Hindia Belanda dengan ibukotanya Kota Purworejo. Wilayah karesidenan Bagelen dibagi menjadi beberapa kadipaten, antara lain kadipaten Semawung (Kutoarjo) dan Kadipaten Purworejo dipimpin oleh Bupati Pertama Raden Adipati Cokronegoro Pertama. Dalam perkembangannya, Kadipaten Semawung (Kutoarjo) kemudian digabung masuk wilayah Kadipaten Purworejo.
Dengan pertimbangan strategi jangka panjang, mulai 1 Agustus 1901, Karesienan Bagelen dihapus dan digabungkan pada karesidenan kedu. Kota Purworejo yang semula Ibu Kota Karesidenan Bagelen, statusnya menjadi Ibukota Kabupaten.
Tahun 1936, Gubernur Jenderal Hindia belanda merubah administrasi pemerintah di Kedu Selatan, Kabupaten Karanganyar dan Ambal digabungkan menjdi satu dengan kebumen dan menjadi Kabupaten kebumen. Sedangkan Kabupaten Kutoarjo juga digabungkan dengan Purworejo, ditambah sejumlah wilayah yang dahulu masuk administrasi Kabupaten Urut Sewu/Ledok menjadi Kabupaten Purworejo. Sedangkan kabupaten Ledok yang semula bernama Urut Sewu menjadi Kabupaten Wonosobo.
Dalam perkembangan sejarahnya Kabupaten Purworejo dikenal sebagai pelopor di bidang pendidikan dan dikenal sebagai wilayah yang menghasilkan tenaga kerja di bidang pendidikan, pertanian dan militer.
Tokoh-tokoh yang muncul antara lain WR Supratman Komponis lagu Kebangsaan “Indonesia raya”. Jenderal Urip Sumoharjo, Jenderal A. Yani, Sarwo Edy Wibowo dan sebagainya.
Para tokoh maupun tenaga kerja di bidang pertanian pendidikan, militer, seniman dan pekerja lainnya oleh masyarakat luas di tanah air dikenal sebagai orang-orang Bagelen, nama kebangsaan dan yang disegani baik di dalam maupun di luar negeri.

(Sumber: Buku POTENSI WISATA PURWOREJO – Yayasan Arahiwang Purworejo Jakarta).(Sumber : http://www.purworejokab.go.id/profil-daerah/sejarah)